Rabu, 27 April 2011

ETNIK BETAWI



Banyak yang berpendapat bahwa kata Betawi berasal dari transliterasi Arab Batavia. Namun faktanya dalam naskah-naskah Betawi yang ditulis pada abad ke 18 dan 19 cara menuliskan Batavia sebagai kota adalah Batafiya (ba – ?, ta – ?, alif – ?, fa – ?, ya – ?, alif – ? = ?????? ), dan cara menuliskan Betawi sebagai nama suku bangsa adalah Betawi (ba – ?, ta – ?, alif – ?, wau – ?, ya – ? = ?????). Lihat foto cover buku Syair TamsilIkan di Laut yang ditulis Ahmad Syihabuddin Alwi dan perhatikan dengan seksama penulisan kata Betawi dengan Batavia.


Orang yang berpendapat Betawi dari Batavia menganggap terjadi pengucapan cara orang Betawi, yang katanya tidak bisa mengucapkan kata Batavia dengan benar. Atau ada juga yang berpendapat transeliterasi Batavia dalam naskah-naskah perjanjian antara Jayakarta dengan VOC atau VOC dengan kerajaan-kerajaan lain di nusantara, pada gilirannya terjadi kekeliruan penulisan yang akhirnya ditulis menjadi Betawi. Ini pendapat tak masuk akal. Karena jika itu naskah perjanjian, maka kesalahan penulisan membatalkan perjanjian.
Lebih tak masuk akal lagi pendapat pakar yang mengatakan etnik Betawi baru ada jauh setelah JP Coen membangun Batavia dengan mendatangkan budak. Budak yang kawin mawin kebingungan menyebut dirinya siapa, maka disebutlah Betawi. Mereka (pakar) lupa bahwa Pelabuhan Kalapa sebelum kedatangan Portugis maupun Belanda, sudah menjadi pelabuhan berskala internasional. Penduduknya adalah pekerja dan profesional pada bidangnya. Memang waktu itu tidak disebut sebagai etnik Betawi.
Masyarakat yang pada giliranny dinamakan Betawi, dari hasil ekskavasi ahli arkeologi, sudah bermukim di Jakarta diperkirakan sejak 2500-15 SM. Ini jelas soheh lantaran pemukin yang bermukim di daeran ini sejak lebih kurang jaman Prasejarah khususnya sejak jaman Batu baru atau masa Masyarkat Bercocok tanam. Masa ini menurut pendapat beberapa ahli antara lain Robert von Heine Geldern dan W.G. Solheim diperkirakan dari 2500-15 SM. Yang sebenarnya tidak begitu berbeda dengan perkiraan pengendapan lumpur yang membentuk dataran alluvium daerah Jakarta sebagaimana diperkirakan Verstappen yaitu 5000 tahun lalu.
Dugaan waktu di atas didasarkan kepada temuan bukti-bukti arkeologis yaitu artefak baik yang pernah dihimpun pada masa Hindia-Belanda dan telah diinventarisasi Th.a.Th van der Hoop dan benda-bendanya tersimpan dalam koleksi Museum Nasional kini, ditambah dengan hasil-hasil ekskavasi di situs Kalapa Dua sekitar tahun 1971. Alat-alat atau artefak itu ada yang berupa kapak persegi, beliung, serpihan batu, mute, gelang batu, bahkan pecahan-pecahan kreweng atau gerabah, yang menarik perhatian dalam daftar inventaris Museum yang telah dilakukan van Der Hoop ternyata ada sebuah alat batu yang diperkirakan pacul temuan dari daerah Jatinegara. Tempat-tempat temuan alat-alat batu dari jaman Batu baru atau Masa Bercocok Tanam itu di daerah Jakarta dan sekitarnya adalah : Pasar Minggu, Pasar Rebo, Tanjung Timur, Kampung Salak dekat Pesing, Kampung Sukabumi, Cililitan, Sunter, Condet di tepi jalan Jakarta-Bogor, dekat stasiun Jatinegara, kampung Kranggan, dekat Pasar Rebo, kampung Karang tengah, Pasar Jum’at, Kebayoran, Karet, Gedung Ijo Pasar Jum’at, Pondok Betung-Ciputat, Kebayoran Lama, kampung Pulo Jatinegara, Kebon Sirih, Cawang, kampung Cipayung-Kebayoran, Pondong Pinang-Kebayoran, Kebon Pala-Jatinegara, Kebon Nanas, Rawa Belong-Kebayoran, Rawa Lele, Kampung Kalapa Dua dan di beberapa tempat lainnya.
Berdasarkan tempat temuan itu yang karena banyaknya alat-alat yang ditemukan dengan sejumlah pecahan tembikar dan batu asahan serta letaknya di pinggir sungai Ciliwung yang memungkinkan adanya pemukiman masyarakat masa itu antara lain di Kalapa Dua. Apalagi keletakannya di pinggir sungai Ciliwung dan artefak-artefak itu hasil ekskavasi arkeologis tahun 1971 seperti telah dikemukakan di atas. Sejak masa itu lazim masyarakatnya sudah mengenal tempat tinggal yang tetap dengan pengetahuan membangun perumahan, mengenal bercocok tanam di tanah darat, sudah mengenal organisasi sosial dengan pemimpin sukunya yang dipilih anggota-anggota masyarakatnya, sudah mengenal perdagangan meski cara barter, mengenal pelayaran, ilmu perbintangan, mengenal pembuatan pakaian, memasak makanan dengan cara dibakar dan direbus, mengal ilmu perbinatangan dan lainnya. Pendek kata masyarakat masa itu sudah berkebudayaan tinggi sebelum kehadiran orang-orang India seperti pernah dikemukakan oleh beberapa ahli asing seperti J.L.A. Brandes, N. J. Krom, F.D.K. Bosch dan lainnya.
Berdasarkan banyak situs temuan jelas bahwa daerah Jakarta sejak masa Prasejarah itu sudah pernah ditempati atau sekurang-kurangnya telah dijelajahi komunitas masyarakat masa itu dalam mencari penghidupannya. Meskipun kita tidak mengetahui jumlah kependudukan waktu itu ada pendapat pada jaman masyarakat Bercocok tanam atau Batubaru diperkirakan dua keluarga per Km persegi. Masyarakat yang berhubungan dengan masa itu biasanya dikaitkan dengan nenenk moyang bangsa Indonesia yang disebut jenis bangsa Austronesia yang semula menempati daerah dataran Asia Tengara antara Yunan dan Tonkin.
Batawi sebagai nama suku bangsa berdasarkan dokumen tertulis (Testamen Nyai Inqua) telah dipergunakan jauh sebelum tahun 1644. Dapat diduga sebelum kota pendudukan itu oleh Belanda diganti namanya menjadi Batavia, sudah dikenal Betawi sebagai nama suku bangsa. Bahkan kata Betawi sebagai nama tempat dan etnik, disebut dalam Babad Tanah Jawa.
Dalam buku karangan GJ. Fillet, Plaaantkundig Woordenboek van Nederlandsch – Indie, terbitan Amsterdan, J.H. de Bussy, 1888, kata Betawi merupakan nama pohon yang dalam bahasa Latin disebut Cassia Glauca. Pohon ini sejenis pohon Ketepeng yang banyak tumbuh di pinggir sawah atau di sekitar pinggir kali. Itu sebabnya seniman masa lalu kerap mencipta karya berdasar nama tumbuhan, seperti Jali-Jali, Sirih Kuning, dll. Jadi saya berkesimpulan, kata betawi yang kemudian menjadi nama etnik/suku, berasal dari nama tumbuhan.
Beberapa ahli sangat meragukan jika betawi sebagai etnik berasal dari nama tumbuhan. Biarkan saja. Nyatanya, ratusan toponim (nama kampung) yang ada di wilayah budaya Betawi, mengambil nama pohon sebagai namanya.
Nama Betawi mulai go internasional ketika Syech Juned menambahkan kata Betawi di belakang namanya menjadi, Syeh Juned Al-Batawi, ketika mukim di Mekkah tahun 1834. Syeh Juned Al-Batawi kemudian diangkat menjadi imam besar masjidil Haram. Nama Betawi menjadi kian terkenal dan menjadi brand atau merek dagang dari berbagai kalangan. Paling sedikit ada tiga surat kabar yang menggunakan nama Betawi, yaitu : Soerat Chabar Betawi (CV Lange, 1858), Bintang Betawi (Van Dorp & Co, 1900-1906), dan Berita Betawi (Perusahaan betawi, 1932/1933). Nama majalah pun banyak menggnakan nama Betawi.
Sebagai bandingan saja. Apa yang terjadi jika dengan nama negeri kita Indonesia, jika geolog Jerman, Adolf Sebastian, pada tahun 1868, tak memberi nama Indonesia pada negara kita? Namanya mungkin bisa apa saja, sesuai dengan pokok bicara yang menjadi trend dan ramai saat itu.
Batavia itu apa? Batavia adalah nama yang diberikan VCO (Belanda) kepada kawasan bekas lokasi kraton Jayakarta yang ditaklukkannya pada tahun 1620-an, sebelumnya pada tahun 1619 tempat itu diberi nama Jacatra.
Batavia adalah binnenstad, sebuah kota tertutup untuk penduduk. Tidak dapat dipastikan bahwa pada ketika itu juga terjadi sosialisasi nama kota itu sehingga menjamah audience di luar binnenstad.
Tidak dapat dipastikan kapan Batavia sebagai nama kota diketahui secara luas oleh penduduk binnenstad dan pemakai jasa pelabuhan Kalapa. Orang Cina menyebut kota itu sebagai Ch’lopa (Kalapa).
Geografi Betawi
Wilayah geografi atau peta bumi adalah daerah tempat berdiam suatu suku bangsa. Tempat berdiam itu berbatas dengan tempat berdiam suku bangsa lain yang biasanya dibedakan dengan bahasa pergaulan yang dipergunakannya.
Wilayah geografi Betawi tidak sama dengan wilayah geografi Jakarta. Wilayah geografi Jakarta adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dimanakah letak wilayah tempat berdiam orang Betawi? Orang Betawi berdiam di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Geografinya terletak di antara batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah barat sungai Cisadane
2. Sebelah timur sungai Citarum (bahkan jauh sampai Batu Jaya, Kerawang)
3. Sebelah selatan kaki gunung Salak
4. Sebelah utara laut Jawa.
Wilayah tempat orang Betawi berdiam itu meliputi daerah propinsi DKI Jakarta, daerah propinsi Banten, dan daerah propinsi Jawa Barat. Perinciannya sebagai berikut.
1. Propinsi DKI Jakarta
2. Kabupaten Tangerang
3. Kotamadya Tangerang
4. Kabupaten Bekasi
5. Kotamadya Bekasi
6. Kotamadya Depok
7. Sebagian daerah kabupaten Bogor.
8. Sebagian Kerawang (Batu Jaya, Pakis Jaya)
Secara administratif orang Betawi ada yang menjadi penduduk DKI Jakarta, penduduk kabupaten Tangerang, penduduk kotamadya Tangerang, penduduk kabupaten Bekasi, penduduk kotamadya Bekasi, penduduk kotamadya Depok, dan penduduk kabupaten Bogor.
Wilayah kebudayaan Betawi
Wilayah kebudayaan Betawi meliputi daerah dimana terdapat kelompok orang Betawi. Berdiam. Di wilayah tempatnya berdiam itu mereka bercakap-cakap dalam bahasa Betawi. Kesenian Betawi menjadi salah satu sarana hiburannya.
Wilayah kebudayaan Betawi meliputi:
1. Sub wilayah kebudayaan Betawi Pesisir
Sub wilayah kebudayaan Betawi Pesisir meliputi daerah darat dan pulo.
a. Daerah darat yaitu Dadap, Muara Baru, Sunda Kalapa, Kampung Japad, Kampung Bandan, Ancol, Tanjung Priuk, Marunda
b. Daerah pulo yaitu Kabupaten Kepulauan Seribu.
2. Sub wilayah kebudayaan Betawi Tengah/Kota meliputi daerah yang di jaman Kolonial disebut Weltevreden, dan Meester Cornelis yaitu: Glodok, Krukut, Jembatan Lima, Tambora, Tanah Sereal, Petojo, Gambir, Sawah Besar, Pecenongan, Taman Sari, Pasar Baru, Kebon Siri, Kampung Lima, Tanah Abang, Kwitang, Senen Gunung Sari, Kramat, Salemba, Cikini, Gondangdia, Matraman, Pal Meriam, Jatinegara.
3. Sub wilayah kebudayaan Betawi Pinggir adalah daerah-daerap propinsi DKI Jakarta yang tidak termasuk Betawi Pesisir atau Betawi Tengah.
4. Sub wilayah kebudayaan Betawi Ora/Udik terdapat di kabupaten Tangerang, kotamadya Tengerang, kabupaten Bekasi, kotamadya Bekasi, kotamadya Depok, sebagian kabupaten Bogor.
Tentu ini masih dapat diperdebatkan, lantaran rekam jejak keetnisan Betawi kian hari kian melebar, melewati batas-batas yang disebutkan itu.
Jadi, kini Orang Betawi bertempat tinggal menyebar di tiga propinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Banten (kota dan kabupaten Tangerang), dan Jawa Barat (kota dan kabupaten Bekasi, kota dan kabupaten Karawang, kota Depok, dan kabupaten Bogor, serta Kerawang). Orang Betawi berdasarkan statistik BPS tahun 2002 merupakan penduduk kedua terbesar (27%) setelah Jawa (32%). ***Yahya Andi Saputra

sumber: www.kampungbetawi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar