Kamis, 05 Mei 2011

Lebaran Khas Betawi Cengkareng, Lebaran Antar Kampung




Masyarakat Betawi asli di Cengkareng memiliki tradisi lebaran cukup unik yg masih terjaga sampai saat ini yaitu tradisi lebaran antar kampung.

Tradisi lebaran dalam hari raya Idul Fitri memang sudah umum bagi masyarakat di Indonesia. Bahkan tradisi pulang kampung atau mudik menjadi fenomena tersendiri di Indonesia demi silaturahmi dengan sanak famili yg ada di kampung halaman.


Menurut tokoh pemuda Jakarta Barat, M.Ikhwan Ridwan kepada Berita8.com, Rabu (15/9/2010) mengatakan Lebaran umumnya mengunjungi keluarga besar dari rumah kerumah yg muda mengunjungi yang tua.

Bagi masyrakat Betawi asli di Cengkareng menjadi lebih semarak karena lebaran lebih di perluas menjadi lebaran antar kampung.

Setiap kampung sudah memiliki jadwal hari tersendiri yang sudah di tetapkan para tokoh sejak lama yang saling berbalas kunjung satu sama lain.

Di Cengkareng terdiri beberapa kampung diantaranya, Pondok Sambi, Tanah Koja, Pondok Randu, Kampung Gunung, Bojong, Rawabuaya, Cengkareng, Kapuk sementara untuk wilayah Tangerang (wilayah sekitar Cengkareng) meliputi, Kembangan, Semanan, Gondrong dan Cipondoh.

Hari pertama, masyarakat Betawi Cengkareng seperti masyarakat umumnya mengunjungi keluarga masing-masing mengunjungi orang tua, mertua atau keluarga tertua.

Hari kedua, kemudian seluruh kampung yang ada di Cengkareng tumplek di kampung Tanah Koja yang jadi tuan rumah.

Hari ketiga, giliran Kampung Pondok Sambi yang jadi tuan rumah maka seluruh kampung yang ada di Cengkreng tumplek di Kampung Pondok Sambi.

Hari keempat, tuan rumah giliran Kampung Gunung, Kampung Pondok Randu, Bojong dan Kembangan.

Hari kelima, yang jadi tuan rumah giliran Rawabuaya, Cengkareng, Kapuk.

Hari keenam, giliran Kampung Gondrong, Cipondoh serta Kampung Semanan.

Dan hari ketujuh mulai bebas untuk mengunjungi rumah sanak keluarga yang jauh di Bekasi, Bogor atau Depok.

Sejarah bermula tradisi tersebut berlangsung sejak lama, karena kondisi geografis jarak antar kampung berjauhan, kemudian saat hari raya tiba mereka berkunjung kerumah sanak keluarga di kampung lain.

Ketika hendak berkunjung melewati persawahan dan ketemu di tengah sawah. Hal tersebut berulang tahun-tahun berikutnya. Pada akhirnya di tengah sawah tersebut para sesepuh tua saat itu membuat kesepakatan berdasarkan silsilah.

Tradisi lebaran antar kampung tersebut berlaku umum, tidak mengenal strata atau status sosial, usia, siapapun harus harus saling mengunjungi.

Apabila ada yg tidak mau berkunjung atau malas berkunjung maka sanksi sosialnya rumahnya tidak di kunjungi saat kampungnya jadi tuan rumah.

Walaupun statusnya tokoh seperti Kiyai, pejabat pada saat waktunya berkunjung maka wajib berkunjung, waktunya jadi tuan rumah terima tamu maka harus menunggu.

Sumber: http://archive.kaskus.us/thread/5294254

Tidak ada komentar:

Posting Komentar