Adegan pertama dalam suatu pementasan
Lenong Betawi (Lenong Preman) yang selama ini saya saksikan selalu sama. Yaitu,
pertama-tama keluarlah sosok pendekar berpakaian hitam, berwajah sangar,
berambut gondrong dengan lenggak-lenggok layaknya seorang jagoan hebat. Dia
keluar dari balik layar yang bisa dikerek dan diganti gambarnya sesuai dengan
kondisi adegan yang ditampilkan. Dia menghentakkan kaki ke lantai panggung yang
terbuat dari papan, sehingga berbunyi nyaring sekali dan cukup mengagetkan penonton.
Tetapi, itulah menariknya. Terkesan sangar dan hebat. Di pinggangnya terselip
sebilah golok. Di jari jemarinya terpasang beberapa cincin batu akik yang agak
besar. Sehingga kesan jagonya semakin terlihat. Dari atas panggung di depan
layar bergambar, dia berdiri. Diambilnya mic yang tergantung di atap panggung
dan didekatkan ke mulutnya. Kemudian dengan suara khas jagoan yang dibuat
seseram dan seserak mungkin, dia melakukan salam khas dan perkenalan ke para
penonton.
UHHUUUYYYYY…
Nih Barong Gua Punya Nama
Rawa Becek Tempat Tinggalnya
Begal, Rampok, Perkosa, Judi Kerjaannya
Sebelon Kita Ketemu Kawannya,
Kita Liat Dulu Permaenannya...
Kemudian musik
pun mengalun. Perpaduan dari berbagai macam alat musik tradisional dan modern seperti, gambang, kromong, tehyan, gendang,
gong, suling, gitar dan lain sebagainya. Irama musik biasanya memainkan sebuah
lagu tradisional Betawi yang biasa disebut lagu gambang kromong. Sambil musik
mengalun, dari atas panggung di depan layar, sang jago melakukan gerakan pencak
Silat. Gerakannya sesuai dengan irama musik. Serasi sekali. Sehingga enak dilihat
dan juga enak didengarnya. Dalam adegan tersebut, sang pendekar hanya memainkan
jurus sekedarnya saja. Sebagai pembuka. Maksud dari kalimat yang diucapkannya
sebagai perkenalan, dia ingin supaya para penonton tahu siapa dia. Berperan
sebagai apa dia pada pertunjukan itu. Dia berperan sebagai penjahat. Kaki
tangannya si Tuan Tanah yang biasanya memeras rakyat kecil dengan Pajak Tanah
yang sangat besar nilainya. Dia tidak sendiri. Biasanya dalam pertunjukan
Lenong Betawi, ada tiga atau empat pemain yang berperan sebagai penjahat.
Dengan dua atau tiga anak buah yang dipimpin langsung oleh seorang Mandor.
Mulai dari yang pertama keluar biasanya berilmu paling rendah sampai terakhir
sang Mandor yang paling ditakuti oleh anak buahnya. Sang Mandor ini berdandan
paling seram dan lebih terlihat gagah ketimbang anak buahnya. Biasanya, setiap
bertemu lawan, diawali oleh penjahat yang ilmunya paling rendah. Jika kalah,
digantikan sama yang nomor dua dan seterusnya. Sampai akhirnya jika anak
buahnya kalah berkelahi melawan musuh, barulah sang Mandor yang maju menghadapi
musuh. Begitulah alurnya. Jadi, siapa yang paling jago, siapa yang pemimpin,
pasti majunya belakangan. Pekerjaan mereka adalah merampok dan menjadi kaki
tangan si Tuan Tanah dengan menarik pajak kepada masyarakat. Bahkan dalam suatu
adegan, mereka tidak segan-segan untuk membunuh orang-orang yang dianggap
menghalangi kegiatan mereka.
Namun, ada yang
menarik dari sosok sang Mandor. Selain berpenampilan sangar dan seram, sang
Mandor juga bisa melucu. Misalnya dengan pemakaian kata-kata yang hampir sama
bunyinya namun memiliki makna yang berbeda. Selain itu, sang Mandor juga akan bergoyang
jika di tengah-tengah dialog, musik dimainkan. Tujuannya hanya sekedar melucu.
Jadi, tidak melulu seram dan bengis saja yang ditampilkan. Karena itulah
karakter dari kesenian Lenong, yang merupakan lakonan yang bertujuan untuk
menghibur masyarakat. Bahkan dalam suatu dialog dengan anak buahnya membahas
tentang rencana perampokan dan mendatangi kediaman si Tuan Tanah, musik
mengalun dan sang Mandor pun ikut bergoyang menikmati irama musik. Ketika musik
selesai mengalun, sang Mandor berdialog dengan salah satu pemain musik, sebut
saja namanya IJAN.
Mandor :
Jan.. busehh.. hebat juga lu Jan..
Ijan :
Hebat ya..
Mandor :
Iya.. Lu
kemari naek apa Jan ?
Ijan :
Naek Angkot...
Mandor :
Naek angkot ? Besok lu ikut gua ya, jangan naek angkot.
Ijan :
Ohh.. Naek motor ?
Mandor :
Jangan naek motor, ntar nabrak.
Ijan :
Kalo gitu naek mubil ?
Mandor :
Mubil lagi, bedempel (berhimpit-himpitan).
Ijan : Abis,
naek apa dong bang Mandor ?
Mandor : Naek pengki gua seret..
Ijan : Buseh..
Mandor : Kalo naek pengki kaga ada
nabraknya.
Adegan berganti
ke setting yang lain dan layar diganti dengan layar yang bergambar sesuai
dengan adegan yang akan ditampilkan, sambil diirigi alunan lagu gambang
kromong. Layar bergambar ini berfungsi sebagai gambar latar yang disesuaikan
dengan adegan yang ditampilkan saat itu. Misalkan ketika adegan yang tampil
adalah orang kampung yang miskin, maka latar belakangnya adalah persawahan atau
gubuk reyot dan pepohonan. Sehingga suasananya benar-benar seperti di kampung.
Para pemainnya pun berdandan dan berpenampilan serta bergaya layaknya orang
kampung yang miskin dan melarat. Atau ketika saatnya adegan yang menceritakan
kehidupan orang kaya. Latar yang ditampilkan adalah gambar sebuah bangunan
rumah gedong. Dan pemain yang tampil dalam adegan tersebut adalah biasanya
diawali seorang pembantu. Kemudian, barulah sang majikan yang keluar. Dengan
berpakaian parlente, berdasi dan berjas. Dengan gaya bahasa yang formal. Sang
majikan ini biasanya punya seorang pengawal pribadi atau masyarakat Betawi
menyebutnya Centeng. Dengan berpakaian layaknya pendekar, namun masih ada kesan
rapi dan berwibawa ketimbang para perampok-perampok yang disebutkan di atas.
Centeng ini juga memiliki kemampuan bela diri yang mumpuni. Makanya dia dipakai
jasanya sebagai pengawal pribadi dari orang kaya. Orang kaya disini merupakan
orang kaya sekampung. Bukan Tuan Tanah, namun hanya rakyat biasa. Hanya saja
memiliki harta benda yang lebih daripada para tetangganya.
(Saidi Ahmad : Betawi, 28 Mei 2012)