Jakarta
bilangan Ancol, 12 September 2012.
Tadi pagi saya terlibat
obrolan serius tapi santai dengan beberapa teman kerja di depan wastafel sebuah
toilet kantor. Ketika itu ada seorang teman yang mengeluhkan kondisi Jakarta
yang macet, terlebih lagi adanya pembangunan koridor busway baru di daerah
Kemayoran. Dia membayangkan seperti apa kemacetan di Jakarta dengan
dikuranginya badan jalan untuk busway yang menggunakan jalur khusus. Padahal
badan jalan yang ada itu kecil dan sedikit hanya beberapa meter saja lebarnya.
Sebelum ada jalur busway saja macet, apalagi dengan adanya jalur busway yang
mengurangi lebar badan jalan. Begitulah keluh kesah teman saya yang baru
beberapa tahun menetap di Jakarta ini. Saya pun menanggapinya dengan memberikan
"solusi" atas kemacetan parah yang diprediksi akan terjadi di wilayah
tersebut dengan mengatakan agar lebih memilih menggunakan angkutan umum seperti
busway untuk berangkat dan pulang kerja atau aktivitas lainnya ketimbang
menggunakan mobil pribadi. Kemacetan di Jakarta bukan disebabkan karena adanya
"pemotongan" badan jalan yang diperuntukkan untuk jalur khusus
busway. Bahkan jauh sebelum Konsep Busway dicanangkan, kemacetan sudah terjadi
di setiap sudut jalan raya ibukota negara Republik Indonesia ini. Busway
sendiri bisa dikatakan sebagai "pelengkap" daripada kemacetan yang
sudah terjadi di Jakarta sejak lama. Bahkan tujuan sebenarnya dari pembangunan
konsep Busway ternyata untuk mengurai dan mengurangi dampak kemacetan yang
terjadi di banyak jalan-jalan raya di ibukota ini. Pembangunan koridor Busway
saat ini sudah menjelajah dari wilayah barat Jakarta sampai ke Timur. Dari
Selatan sampai ke Utara. Bahkan daerah-daerah yang disebut sebagai penyangga
Ibukota seperti Tangerang, dibangun Bus Line sebagai pendukung daripada konsep
Busway tersebut.